Pada artikel sebelumnya saya menawarkan alternatif Ibukota baru, yg digagas untuk disebar pada 3 pusat (berdasarkan Teori Tripraja). Model yang diambil adalah afrika Selatan. https://adefathurahman.blogspot.com/2019/05/wacana-perpindahan-ibu-kota-negara.html?m=1
Masih merujuk pada Bentuk Negara Kesatuan, maka tidak salah, jika Pusat-Pusat Regional WPPI (A,B,C dan D) tempo dulu, dicoba dijadikan lokasi persebaran pusat pemerintahaan. Distribusi fungsi-fungsi lembaga pemerintahan yang cocok untuk ini adalah Teori Caturprajanya Von Vollenhoven.
Jika Pusat- Pusat Regional WPPI, Regional A, B, C dan D (Medan, Jakarta, Surabaya, Makasar direstui, maka penyerapan APBN atas nama Pemerintahan Pusat pun lebih merata. Hal ini perlu, karena salah satu isu pelaksanaan pembangunan adalah Pemerataan.
Mengapa harus merepresentasikan Sabang sampai Merauke?. Bayangkan jika Sabang di letak astronomis sekitar 95° BT. dan Merauke terletak disekitar 141° BT, maka panjang wilayah Indonesia dari barat ke timur mencapai "panjang maksimal" sekitar 49 x 111,111111 km setara dengan ~ 5.444, 44444 km. Nyaris 0,137111111 atau setara dengan 7/10 rata-rata keliling bumi.
Kemudian, mengapa perhitungan geostrategis ini wajar dilakukan, karena panjang RI yang saya sebutkan tadi belum mencakup zone terorial berdasarkan Deklarasi Djuanda 1961 yg merupakan ratifikasi dari Konvensi Hukum Laut Internasional (sejauh 6 mil dari pulau terluar sebuah negara pada surut terendah). Hak tersebut belum memperhitungkan ZEE (hak eksplorasi dan eksploitasi RI kearah barat, sejauh 200 mil.
Berbeda dengan hasil perhitungan lrlebar Wilayah RI dari Kampung Laut disekitar lintang astronomis 6° LU sampai dengan di Samudera Hindia yg terletak disekitar 11° LS, cuma 17 x 111,111111 km., setara dengan 1.888.88889 km.
Terlepas dari tingkat akurasi perhitungan diatas, maka semua negara harus memiliki ego sentris dalam kebijakan geopolitiknya dengan tetap menghargai geografi politik Internasional, regional, maupun bilateral yg disepakati berdasarkan hukum-hukum internasinal yg telah disepakati bersama negara-negara lain sedunia.
Selanjutna, memperhatikan penyelenggaraan kedaulatan negara (pemerintahan) melalui 4 fungsi pada Teori 'Catur Praja"nya Van Vonhollen, maka kita bisa mengadopsi dan memodifikasinya dalam catur prajanya khas Indonesia, melalui 4 Fungsi pemerintahan, yakni Legislatif, Eksekutif, Yudikatif serta Hankam.
Disisi lain pada tataran faktual dan perjalanan dinamika pembangunan Indonesia, kita telah memiliki bekal, melalui pemetaan pembangunan Industri Indonesia yg disingkat WPPI (Wilayah Pusat Pembangunan Industri). Melalui WPPI inilah proses pemerataan pembangunan diseluruh Wolayah RI dapat dilaksanakan dengan lebih efektif dan efiaien.
Pada Periode Pemerintahan Eksekutif dibawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono istilah WPPI ini sempat ymtergantikan dengan istilah lain, yakni Koridor Pembangunan Nasional.
Terlepas pada penggunaan kedua istilah tersebut, pada realitas dinamika pembangunan nasional kita, 4 buah kota yang sering dijadikan pusat-pusat kegiatan tersebut, yakni Medan, Jakarta, Surabaya dan Makassar mengalami pertumbuhan yang lebih signifikan, karena infra struktur transpotasi darat, laut dan udara serta jaringan telekomunikasinya telah terbangun dengan tingkat refresentasi tingkat regional yang memenuhi standar. Berbagai kegiatan yang memerlukan mobilisasi aparat pemerintahan secara nasional pun sering dilaksanakan secara tereistribusi di keempat Kota tersebut.
Langkah yang seharusnya kita laksanakan adalah mensinergikan kebutuhan akan Ibu Kota Baru (pemindahan lokasi) yang sekarang terfokus pada Wilayah Kalimantan Timur agar dibarengi dengan alternatif lain, yakni mencoba menjadikan NKRI ini menjadi sebuah negara dengan 4 Ibukota.
Pengalaman Afrika Selatan yang memiliki 3 Ibu Kota, yakni Capetown sebagai Ibu Kota Eksekutif, Pretoria sebagai Ibukota Legislatif dan Bloomfontein sebagai Ibu Kota Yudikatif, setidaknya menjadi sebuah legitimasi rasional tentang kemungkinan sebuah negara memiliki lebih dari satu Ibu Kota.
Faktor historis yg berkenaan dengan lokasi Ibu Kota di Jakarta sejak Indonesia merdeka yang tidak mampu memgakselerasi pemerataan pembangunan nasional saat ini menjadikan pemilihan lokasi Ibu Kota Negara yg hanya memindahkan lokasi dari Jakarta ke Kalimantan Timur, pada program jangka waktu panjang akan mengjasilkan problematika yang sama, seperti yamg terjadi pada Jakarta saat ini.
Untuk kepentingan tersebut, tidak ad salahnya, jika gagasan untuk menjadikan NKRI menjadi pemilik 4 Ibu Kota harus sudah disinergikan peesepsinya diantara kalangan eksekutif dan Legislatif melalui pembahasan peeuundang-undangan yang melegitimasi alternatif tersebut.
Tentu saja harapan yang lebih dapat terukur bisa dicapai pada pelaksanaan gagasan ini adalah oemerataan pembangunan yang merupakan pengejawantahan dari Sila Ke-5 Pancasila, yakni Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Hal lain yang bisa dikontribusikan oleh gagasan ini adalah meningkatnya Persatuan Indoneaia, sebagai akibat rasa keadilan yang dirasakan melalui layanan pemerintah atas peningkatan kemakmuran yang berbasis pada penyerapan anggaran belanja negara yang terdistribusi dikeempat regional tersebut.
Kajian Filosofis, Historis dan Yuridis tentunya harus dilakukan secara cermat atas kelayakan penentuan, kota mana dari keempat kota besar tersebut yang pantas menjadi Ibu Kota Legislatif, Eksekutif, Yudikatif atau Hankam. Sebuah kajian terpadu yang diurai hingga kelangkah strategis pada penentuan lembaga-lembaga sub-ordinan yang mana saja yang dimasukkan menjadi bagian dari 4 funsi pemerintahan tersebut (Legislatiif, Eksekutif, Yudikatif atau Hankam). Penguraian sub-ordinan-sub-ordinan dari keempat fungsi pemerintahan tersebut, tentu saja harus dibarengi dengan penentuan zone-zone (sub regional) beserta lokasi-lokasi yang layak menjadi pusat dari zone-zone (sub-regional) tersebut, seperti yang pernah dilakukan pemerintah tersahulu atas WPPI. Sebuah pembagian zone yang serupa dengan WPPI, tapi tak bileh sama persis seperti WPPI, dikarenakan indikator-indiatornya harus dimodifikasi sesuai kebutuhan kontemporer saat ini dan masa depan NKRI.
Bersambung.
ADE FATHURAHMAN
SMANSA KOTA SUKABUMI, JABAR.